RAHASIA ANAK SEHAT DAN CERDAS DENGAN MENCEGAH STUNTING DARI AWAL
Oleh: Siti Hoerunisa, Program Studi Sarjana 1 Kesehatan Masyarakat, STIKes Respati TasikmalayaStunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita (bayi di bawah lima tahun) yang disebabkan oleh kekurangan gizi kronis, sehingga anak tersebut terlalu pendek untuk usianya. Balita yang dikategorikan stunted (pendek) dan severely stunted (sangat pendek) memiliki panjang badan (PB/U) atau tinggi badan (TB/U) yang lebih rendah dibandingkan dengan standar baku WHO-MGRS (Multicentre Growth Reference Study). Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), Indonesia menjadi negara ketiga dengan prevalensi tertinggi stunting di kawasan Asia Tenggara (South-East Asia Regional/SEAR). Pada periode 2005-2017, prevalensi stunting di Indonesia rata-rata mencapai 36,4%. Berdasarkan Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) 2021, prevalensi stunting di Indonesia tercatat sebesar 24,4% atau sekitar 5,33 juta balita. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Litbangkes) mencatat prevalensi stunting sebesar 30,8%. Sementara itu, pada Riskesdas 2013, prevalensi stunting tercatat sebesar 37,2%, dengan 18% balita mengalami stunting sangat pendek dan 19,2% stunting pendek. Di tahun 2022, prevalensi stunting berhasil turun menjadi 21,6%, yang merupakan penurunan terbaik dalam sedekade terakhir. Pemerintah menargetkan penurunan angka stunting menjadi 14% pada akhir 2024, dengan upaya penurunan sebesar 3,8% setiap tahunnya.
Stunting dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk kondisi sosial ekonomi, kemiskinan, peningkatan paparan terhadap penyakit infeksius, kerawanan pangan, dan akses yang terbatas terhadap pelayanan kesehatan. Penyebab utama stunting adalah masalah asupan gizi yang kurang baik selama masa kehamilan dan masa balita. Faktor-faktor lain yang berperan dalam stunting adalah kurangnya pengetahuan ibu mengenai kesehatan dan gizi sebelum kehamilan dan pada masa nifas, terbatasnya layanan kesehatan seperti pelayanan antenatal dan postnatal, serta rendahnya akses terhadap makanan bergizi, sanitasi, dan air bersih. Penyebab stunting juga dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti pekerjaan ibu, tinggi badan orang tua, pendapatan keluarga, pola asuh, serta kebiasaan makan.
Stunting selalu diawali oleh perlambatan pertumbuhan, yang dapat terjadi sejak dalam kandungan dan berlanjut setelah kelahiran. Penelitian di Malawi menunjukkan bahwa bayi yang lahir dengan panjang badan pendek akan terus mengalami penurunan panjang badan selama masa bayi. Faktor prediktor utama stunting pada usia 12 bulan adalah perlambatan pertumbuhan yang terjadi pada tiga bulan pertama kehidupan. Anak yang mengalami perlambatan pertumbuhan lebih dari 1 SD selama tiga bulan pertama memiliki risiko 14 kali lebih tinggi untuk mengalami stunting pada usia 12 bulan.
Stunting memiliki dampak jangka panjang terhadap kognisi, perkembangan fisik, dan kesehatan anak, yang dapat berlanjut hingga usia dewasa. Anak-anak yang mengalami stunting memiliki risiko rendah terhadap kecerdasan, dan jika mereka mengalami penambahan berat badan yang berlebihan di masa kanak-kanak, mereka berisiko mengidap penyakit kronis di masa dewasa, seperti hipertensi, penyakit jantung, dan diabetes mellitus. Menurut penelitian Myatt et al. (2018), stunting berkontribusi pada hampir dua juta kematian anak setiap tahun dan menyebabkan 12% kehilangan usia harapan hidup.
Dampak Stunting
-
Dampak Fisiologis:
Stunting dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan otak, tulang, serta organ tubuh lainnya. Anak yang mengalami stunting berisiko mengalami hambatan dalam perkembangan motorik dan kognitif, yang dapat mempengaruhi produktivitas mereka saat dewasa. Selain itu, anak-anak stunting lebih rentan terhadap penyakit tidak menular seperti diabetes, obesitas, dan penyakit jantung. -
Dampak Psikologis:
Anak-anak yang mengalami stunting memiliki risiko lebih tinggi mengalami masalah psikososial, seperti rendahnya kepercayaan diri, kecemasan, dan depresi. Hal ini dapat mempengaruhi perilaku mereka saat remaja dan dewasa, dan berpotensi menyebabkan masalah perilaku yang bertentangan dengan perkembangan normal. -
Dampak Sosial Ekonomi:
Stunting memiliki dampak ekonomi yang besar, karena menurunkan produktivitas anak di masa depan. Potensi kerugian ekonomi akibat stunting sangat tinggi, karena anak yang stunted memiliki kemampuan yang lebih rendah dalam berkontribusi pada perekonomian negara. Periode 1000 Hari Pertama Kehidupan (1000 HPK) menjadi sangat penting dalam upaya pencegahan stunting.
Pencegahan Stunting
-
Memenuhi Kebutuhan Gizi Sejak Kehamilan:
Untuk mencegah stunting, penting bagi ibu hamil untuk mengonsumsi makanan sehat dan bergizi serta suplemen yang dianjurkan oleh tenaga medis. Pemeriksaan kesehatan secara rutin selama masa kehamilan juga sangat penting. -
Memberikan ASI Eksklusif hingga Usia 6 Bulan:
ASI mengandung gizi mikro dan makro yang sangat penting untuk tumbuh kembang bayi. Memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan pertama dapat mengurangi risiko stunting pada anak. -
Menyertakan MPASI Sehat:
Setelah usia 6 bulan, pemberian Makanan Pendamping ASI (MPASI) yang bergizi seimbang sangat penting untuk memenuhi kebutuhan nutrisi anak. WHO merekomendasikan fortifikasi makanan untuk memastikan kecukupan gizi anak. -
Memantau Tumbuh Kembang Anak:
Orang tua harus secara rutin memantau perkembangan tinggi dan berat badan anak, serta membawa anak ke posyandu atau klinik anak untuk deteksi dini gangguan pertumbuhan. -
Menjaga Kebersihan Lingkungan:
Anak-anak rentan terhadap penyakit yang dapat memperburuk kondisi stunting, terutama jika lingkungan mereka tidak bersih. Oleh karena itu, menjaga kebersihan lingkungan sangat penting untuk mencegah stunting.
Kebijakan Pemerintah
-
RPJPN (Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional) 2005–2025:
Program ini mencakup pembangunan pangan dan perbaikan gizi secara lintas sektor untuk memastikan akses pangan yang cukup, seimbang, dan aman bagi masyarakat Indonesia. -
RPJM (Rencana Pembangunan Jangka Menengah) 2015-2019:
Program Indonesia Sehat bertujuan meningkatkan status kesehatan ibu dan anak, termasuk penurunan prevalensi stunting. -
RAN-PG (Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi) 2016-2019:
Kebijakan strategis untuk memperbaiki gizi masyarakat dengan fokus pada ketersediaan pangan, pemanfaatan pangan, dan perbaikan gizi. -
Peraturan Pemerintah No. 33/2012 tentang ASI Eksklusif:
Mengatur pemberian ASI eksklusif bagi bayi hingga usia 6 bulan untuk mendukung tumbuh kembang yang optimal.
Upaya Pemerintah untuk Pencegahan Stunting
Beberapa langkah yang diambil oleh pemerintah untuk mencegah stunting di Indonesia antara lain:
- Gerakan Bergizi untuk meningkatkan kebiasaan makan yang sehat.
- Kampanye Kehamilan Sehat untuk memeriksa ibu hamil di fasilitas kesehatan yang memadai.
- Gerakan Posyandu Aktif untuk memantau tumbuh kembang anak secara rutin.
- Gerakan Jambore Kader untuk meningkatkan kapasitas kader dalam memberikan layanan.
SIMPULAN
Stunting adalah masalah kesehatan yang serius, dengan dampak jangka panjang terhadap perkembangan fisik, kecerdasan, dan kesehatan anak. Pencegahan stunting sejak dini sangat penting untuk memastikan generasi yang sehat, cerdas, dan produktif. Periode 1000 hari pertama kehidupan merupakan waktu yang paling krusial untuk mencegah stunting. Kolaborasi antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah sangat diperlukan untuk menciptakan lingkungan yang mendukung tumbuh kembang anak.
DAFTAR PUSTAKA
- Aridiyah, F. O., Rohmawati, N., & Ririanty, M. (2015). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian Stunting pada Anak Balita di Wilayah Pedesaan dan Perkotaan. E-Jurnal Pustaka Kesehatan, 3(1), 163-170.
- Buku Stunting.
- Fitriani, A., Friscila, I., Mauyah, N., Elvieta, E., & Fatiyani, F. (2022). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Stunting di Puskesmas Syamtalira Aron. Jurnal Medikes (Media Informasi Kesehatan), 9(1), 47–56.
- Kementerian Bappenas. (2018). *Strategi Nasional Percepatan
Penurunan Stunting* (SNPPS).
- Kemenkes RI. (2023). Riskesdas: Riset Kesehatan Dasar 2023.
- Myatt, M., Khara, T., & Schoenbucher, A. (2018). The Relationship between Stunting and Mortality: An Overview of the Evidence. Public Health Nutrition, 21(4), 780–788.
- WHO. (2022). Global Health Observatory (GHO): Child Malnutrition.